Pentingnya Peran TOHB Pada Kecelakaan Penyelaman
Akhir tahun 2014 yang lalu ditutup oleh suatu peristiwa memilukan bagi bangsa Indonesia. Terjatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 di selat Karimata pada tanggal 28 Desember 2014. Peristiwa ini mengharuskan Badan SAR Nasional (BASARNAS) untuk mengirimkan tim evakuasi ke area hilangnya pesawat QZ 8501 dan salah satu timnya adalah sekelompok penyelam berpengalaman dari TNI AL yang akan melakukan penyelaman di kedalaman 30 hingga 50 meter untuk melakukan proses evakuasi jenazah sekaligus mencari kotak hitam dari QZ 8501. Ini tidak mudah mengingat medan lautan yang sangat tidak bersahabat. Saat itu sedang musim penghujan. Ada badai bertiup dari arah Filipina yang tentu akan bertiup ke selat karimata sehingga medan yang memang sudah berlumpur di sekitaran Pangkalan Bun tersebut menjadi lebih sulit untuk diselami. Namun sebagai bagian dari kewajiban tugas yang diemban penyelaman tetap harus dilaksanakan. Tim penyelam gabungan dari TNI AL mulai bergerak melakukan proses pencarian dan evakuasi. Pada penyelaman dengan kedalaman tersebut banyak hal yang harus diperhatikan, diantaranya kesiapan mental, kesiapan alat, dan kesiapan lokasi. Ini adalah proses penyelamatan dan evakuasi lalu bagaimana dengan keselamatan si penolong sendiri? Setiap penyelaman yang baik selalu terdiri dari kerja tim yang kompak dan efisien. Mulai dari persiapan sebelum penyelaman, saat penyelaman berlangsung serta sesudah penyelaman.
Penyelaman di kedalaman lebih dari 30 meter dapat dikategorikan sebagai penyelaman laut dalam (Deep Diving) banyak resiko yang menyertai deep diving. Pada saat penyelam menuju ke dasar, tubuhnya akan mengalami kejenuhan gas nitrogen mengingat tekanan dalam laut akan meningkatkan kelarutan semua molekul gas. Oksigen yang merupakan sumber kehidupan manusia pun turut berubah menjadi racun pada saat dilakukan deep diving. Namun ilmu pengetahuan serta teknologi dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Misal, dengan penggunaan Heliox atau Trimix gas sebagai media nafas maka semua resiko dapat diperkecil. Ternyata tidak berhenti sampai di situ, semua penyelam menyadari bahwa bahaya masih menanti selain bahaya lingkungan dalam air masih ada bahaya terjadinya Penyakit Dekompresi, yaitu suatu penyakit yang dapat membunuh seorang penyelam pada saat ia kembali ke permukaan secara tidak benar. Penyakit Dekompresi disebabkan oleh gelembung Nitrogen. Jika demikian apa yang harus dilakukan? Segera laksanakan protokol penyelamatan dengan Oksigen 100% dan Terapi Oksigen Hiperbarik. Saat ini TNI AL sendiri memiliki kapal-kapal perang dengan disertai fasilitas on-board hyperbaric chamber di dalamnya namun kapasitasnya terbatas, pelaksanaan TOHB terbaik tentunya adalah di instalasi hiperbarik. Instalasi hiperbarik terdekat di Kalimantan adalah di kawasan Pertamina, di Samarinda. Pada kasus QZ 8501, bila terjadi kecelakaan penyelaman pada proses evakuasi maka dengan jarak lebih dari 1000 km (20 jam perjalanan darat) ke Samarinda dari pangkalan bun, maka pilihan untuk dilaksanakan TOHB pada penyelam yang kecelakaan bukanlah pilihan yang bijaksana mengingat waktu terapi harus segera dilaksanakan kurang dari 6 jam. Dari sini kita dapatlah berkaca, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kondisi laut yang indah dapat menjadikan laut Indonesia sebagai sarana wisata selam yang indah sekaligus tempat bersemayamnya peristiwa menyedihkan seperti kecelakaan penyelaman. Kedua peristiwa suka dan duka ini memerlukan dukungan infrastruktur pencegahan yang memadai, salah satunya adalah dengan tersedianya fasilitas instalasi hiperbarik di RSUD pesisir-pesisir pantai seperti pangkalan bun untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan penyelaman.
Segenap Jajaran Direksi & karyawan PT HMS turut berbelasungkawa atas terjadinya tragedi QZ 8501, dan kami juga turut mendukung serta bangga kepada tim penyelamat Indonesia, selamat bertugas dan pastikan keselamatan anda saat bertugas, Safety First!