Hiperbarik Bugar Dengan Terapi “Menyelam”

Kulit muka mulai keriput atau luka tak sembuh-sembuh? Terapi satu ini bisa jadi pilihan.

Awalnya, terapi ini dikembangkan oleh kesatuan Angkatan Laut untuk mengatasi kecelakaan penyelaman (Decompression Sickness ). Dalam perkembangannya, terapi ini ternyata juga bisa digunakan untuk kasus-kasus di luar kecelakaan penyelaman.

Prinsip terapi ini adalah memberikan oksigen 100% saat bernafas melalui media ruang udara bertekanan di atas 1 atmosfer (atm ). Konsentrasi oksigen yang dihirup dalam suasana hiperbarik akan meningkat dalam darah dan jaringan tubuh.

“Tekanan normalnya adalah 0 atm . Kondisinya seperti keadaan menyelam. Bedanya, ini menyelam dalam keadaan kering di kedalaman antara 3 – 18 meter, tergantung kondisi klinis atau tujuan terapi,” jelas Dr. Aditya Handoko Hartanto dari Klinik Hiperbarik RS Grha Kedoya, Jakarta Barat.

Banyak Kegunaan

Menurut Undersea Hyperbaric Medical Society (UHMS), terdapat 14 indikasi dan kegunaan terapi ini. Selain kecelakaan penyelaman, terapi ini juga berguna untuk membantu penyembuhan luka bermasalah (luka diabetes, gangren, atau luka bakar), keracunan karbonmonoksida, luka radiasi akibat radioterapi, trauma-trauma berat seperti crush injury , infeksi tulang, serta sebelum dan sesudah skin flap (operasi pengambilan jaringan kulit dari bagian tubuh lain).

Indikasi lain adalah gangguan pendengaran, seperti tuli mendadak (sudden deafness ), tinnitus (telinga berdenging), vertigo, dan migrain. Terapi ini juga banyak diaplikasikan untuk kebugaran, kosmetik, serta penanganan geriatri pada lansia. Hiperoksigenisasi pada hiperbarik akan membuat kulit jadi lebih halus, elastisitas kulit bertambah, dan mengurangi kadar minyak (kelembapan). Hiperbarik juga memiliki efek antibakteri, sehingga bisa membantu mengurangi jerawat serta mengurangi kerontokan rambut.

Terapi hiperbarik juga bisa membantu pengobatan anak berkebutuhan khusus, seperti autisme. Meski belum menjadi semacam protap (prosedur tetap), studi menunjukkan, terapi hiperbarik membantu perkembangan anak-anak penderita autisme.

Jaga Gaya Hidup

Terapi dilakukan beberapa kali, tergantung kondisi klinis pasien. Pada kasus kecelakaan penyelaman, dengan 1-2 kali terapi sudah cukup, karena sifatnya yang emergensi. Sementara untuk penyembuhan luka pada diabetes, dibutuhkan sekitar 30 – 40 kali terapi.

Untuk kebugaran dan kecantikan, harus dilihat juga kasusnya. Jika pasien tidak mempunyai keluhan, baik fisik maupun kosmetik (kondisi kulit masih bagus, tidak kering atau keriput), terapi minggu pertama 5 – 6 kali, minggu kedua 2 – 3 kali, dan minggu ketiga 2 – 3 kali. “Terapi selanjutnya cukup 2-4 kali sebulan atau sesuai kebutuhan,” jelas Aditya.

Tapi, jika pasien datang dengan keluhan, misalnya kulit keriput, kusam, dan sebagainya, dibutuhkan 20 – 30 kali terapi, setelah itu baru maintenance . Lama terapi sekitar 90 menit per terapi.

Yang patut diperhatikan, meski sudah dilakukan terapi dan tubuh sudah menunjukkan kemajuan, pasien harus tetap menjaga gaya hidup sehat, rutin melakukan olahraga, serta menjaga pola makan dengan gizi yang baik dan seimbang.

Telinga Sakit

Efek samping terapi hiperbarik yang paling sering terjadi adalah munculnya rasa tidak nyaman atau sakit pada telinga. Ini biasa muncul saat kita berada di dalam ruang bertekanan, sama seperti saat naik pesawat dan pesawat mau mendarat. “Ini karena ketidakmampuan pasien menyesuaikan tekanan dalam ruang hiperbarik dan intoksikasi oksigen, karena bernapas yang tidak semestinya di dalam ruang hiperbarik,” jelas Aditya.

Itu sebabnya, pasien awalnya akan didampingi perawat untuk membantu mengajarkan cara menyesuaikan terhadap tekanan dan metode bernapas yang benar dalam ruang hiperbarik.

Secara umum, siapa saja bisa melakukan terapi ini, setelah menjalani pemeriksaan oleh dokter hiperbarik, kecuali pada pada pasien dengan riwayat pneumothorax yang tidak diobati, dimana paru terkondisi tidak bisa mengembang secara sempurna. Atau pasien yang sedang mengalami keganasan (kanker) dan belum pernah diterapi sama sekali. Selain itu, ibu hamil juga tidak disarankan melakukan terapi ini.

Sumber :
Tabloid Nova